Minggu, 08 Agustus 2010

DIARE

DEFINISI

Setiap perubahan konsistensi dan frekuensi buang air yang besar yang terjadi secara mendadakdan berlangsung kurang ari 2 minggu
Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali sehari pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak , konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau, atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja


PENYEBAB

1. Faktor infeksi
2. Faktor malabsorbsi
 Malabsorbsi kaorbohidrat : disakarida ( intoleransi laktosa, maltosa, dan pada bayi dan anak yang terpenting, dan tersering intoleransi lsktosa )
 Malabsorbsi lemak
 Malabsorbsi protein
 Faktor makanan: makanan basi ,beracun, dan alergi makanan
 Faktor psikologis, Rasa takut dan cemas( jarang tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar)

a. Faktor Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak meliputi enteral sebagai berikut :
b. Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaanmakanan seperti otitis media akut ( OMA ), tonsilitis /tonsilo faringitis akut , bronkopneumonia, ensefalitis dsb. Keadaan ini terutama pada bayi dan anak umur dibawah 2 tahun
 Infeksi bakteri : Vibrio, E coli, salmonela, Shigela, campilobacter, yersinia , aeromonas ,dsb
 Infeksi virus, : Enterovirus, ( virus ECHO , Coxsackie, poliomielitis, ) adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, ,dll
 Infeksi parasit : Cacing, ( Ascaris, Trichuriasis, Oxiuris, Strongiloides,) : Protozoa, ( Entamuba histoilika, Giardia lambia, Trichomonas hominis)Jamur ( Candidiasis albikans)



GEJALA

Adanya diare disertai gejalatumpah panas maupun kembung
Sebagai akibat diare dapat dibagi secara klinis menjadi:
1. tanpa dehidrasi
2. Dehidrasi ringan
3. Dehidrasi sedang
4. Dehidrasi berat


PATOGENESIS

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah
1. Gangguan Osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dlm rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolitke dalam rongga usus. Isi usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkanya sehingga timbul diare
2. gangguan sekresi
Akibat rangsangan terertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dn elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus
3. Gangguan mobilitas usus
Hiperperistaltik akan menakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare, sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan selanjutnya timbul diare pula


PATOFISIOLOGI

Sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi:
1. Kehilangan cairan dan elektrolit ( terjadi dehidrasi) yang mengakibatkangangguan keseimbangan asam basa( asidosis metabolik, hipokalemia)
2. gangguan gisi akibat kelaparan ( masukan kurang , pengeluaran bertambah)
3. hipoglikemia
4. gangguan sirkulasi darah


GAMBARAN KLINIK

Mula mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat nafsu makan berkurang atau tak ada , kemudian timbul diare, tinja cair, mungkin disertailendir atau lendir dan darah , warna tinja makin lama makain berubah kehijau hijauan karena bercampur dengan empedu, anus dan daerah sekitanrnya timbul lecet lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama makin asamsebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorbsi oleh usus selama diare
Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektorlit , bila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai nampak yaitu berat badan turun , turgor berkurang, mata dan ubun ubun besarmenjadi cekung( pada bayi) selaput lendir bibir dan mulut serta kulit nampak kering . berdasarkan banyaknya cairan cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi ringan , sedang dan berat. Bila berdasarkan tonisitas plasma dibagi menjadi dehidrasi hipotonik, isotonik dan hipertonik
Pasien diare yang dirawat biasanya sudah dalam keadaan dehidrasi berat dengan rata rata kehilangan cairan sebanyak 12,5 % pada dehidrasi berat, volume darah berkurang sehingga dapat renjatan hipovolemikdengan gejala denyut jantung menjadi cepat , nadi cepat dan kecil, tekanan darah menurun pasien sangat lemah, kesadaran menurun ( apatis, somnolent, kadang samapai soporo koma)
Akibat dehidrasi deuresis berkurang ( oliguria)

BRONCHOPNEUMONIA

A . PENGERTIAN
Pneumonia adalah : proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Berdasarkan letak anatomis dibagi menjadi 3 yaitu pneumonia lobaris, pneumonia lobularis (bronchopneumonia) dan pneumonia interstitialis (bronkiolitis).
Bronchopneumonia adalah proses infeksi akut yang menyerang bronkus paru.
B . ETIOLOGI
1. Bakteri (H influenza)
2. Virus
3. Mycoplasma pneumoniae
4. Jamur
5. Aspirasi (makanan, keroses, amnion, dsb).
6. Pneumonia hipostatik
7. Sindrom Loeffler

C. TANDA DAN GEJALA
Gejala Bakterial/ Tipikal Non bacterial/
Atipikal Pola campuran
 Usia
 Awitan
 Gejala dominan

 Batuk
 Sputum
 Nyeri dada
 Konsolidasi
 Leukositosis
Foto dada
 Penyebab Lebih tua
Cepat
Konstitusional dan respirasi
Produktif
Purulen/berdarah
Sering
Sering
Segmen/lobar

Bakteri Muda
Lebih lambat
Konstitusional

Tidak
Negatif/mukoid
Jarang
Jarang
Tidak ada Interstitial, difus
Mikoplasma/virus/ jamur Lebih tua
Cepat
Konstitusional

Tidak menonjol
Dapat purulen
Sering
Jarang
Ringan, Var: Patchy infiltrate.
Bakteri-presentasi atipikal, tuberculosis, legionella, klamida
D. FAKTOR RESIKO

1. Laki-laki
2. Merokok
3. Gizi kurang
4. Polusi udara
5. Kepadatan tempat tinggal
6. Defisiensi vitamin

Faktor resiko meningkatnya kematian karena pneumonia

1. Tingkat sosio ekonomi rendah
2. Kurang gizi
3. Riwayat merokok berat
4. Tingkat jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah
5. Kepadatan tempat tinggal
6. Menderita penyakit kronis
7. Aspek kepercayaan setempat dalam praktek pencarian pengobatan yang salah

E. PATOFISIOLOGI
Terjadinya pneumonia tergantung kepada virulensi MO, tingkat kemudahan dan luasnya daerah paru yang terkena serta penurunan daya tahan tubuh. Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang jelas. Factor predisposisi antara lain berupa kebiasaan merokok, pasca infeksi virus, penyakit jantung kronik, diabetes mellitus, keadaan imunodefisiensi, kelainan atau kelemahan struktur organ dada dan penurunan kesadaran. Juga adanya tindakan invasife: infuse, intubasi, trakeostomi, pemasangan ventilator. Lingkungan tempat tinggal, misalnya dip anti jompo, penggunaan antibiotic, dan obat suntik IV serta keadaan alkoholik meningkatkan kemungkinan terinfeksi kuman gram negative.
Pneumonia diharapkan akan sembuh setelah terapi 2-3 minggu. Bila lebih lama perlu dicurigai adanya infeksi kronik oleh bakteri anaerob atau non bakteri seperti oleh jamur, mikrobakterium atau parasit.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan radiologist : air bronchogram : streptococcus pneumoniae
2. Pemeriksaan Laboratorium : Leukosit
3. Pemeriksaan Bakteriologis : sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi jarum transtorakal, torakosentesis, bronskoskopi, biopsy
4. Pemeriksaan Khusus : Titer antibody terhadap virus
G. KOMPLIKASI
 Empiema
 Otitis media akut
 Atelektasis
 Empisema
 Meningitis
H. PENATAKSANAAN
1. Antibiotik
2. Terapi supportif umum

a. Terapi oksigen
b. Humidifikasi dengan nebulizer
c. Fisioterapi dada
d. Pengaturan cairan
e. Pemberian kortokosteroid pada fase sepsis berat
f. Obat inotropik
g. Ventilasi mekanis
h. Drainase empiema
i. Bila terdapat gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori cukup

- Diagnosa Keperawatan yang sering muncul
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi bronkus
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan pemasukan b.d faktor biologis.
3. Kekurangan volume cairan b. D kegaga;an mekanisme pengaturan
4. Defisit perawatan diri : mandi, makan, toileting berhubungan dengan kelemahan.





1. BERSIHAN JALAN NAFAS TIDAK EFEKTIF BERHUBUNGAN DENGAN OBSTRUKSI JALAN NAFAS: SEKRIT BERLEBIHAN

NOC dan indikator
NIC dan aktifitas Rasional
Setelah dilakukan perawatan 3x24 jam klien dapat:
 mempertahankan kepatenan jalan nafas.
 Mempertahankan ventilasi berkurang
Dg Indikator:
 Tidak ada spasme
 Tidak ada cemas
 Tidak ada suara tambahan
 RR normal
 Mampu bernafas dalam
 Ekspansi dan simetris
 Tidakada retraksi dada
 Mudah bernafas
 Tidak dyspnea NIC: airway manajement
Aktifitas:
1. Buka jalan nafas
2. Atur posisi yang memungkinkan ventilasi maximum
3. dengarkan suara nafa
4. Monitor dan oksigenasi
5. pantau kelembaban oksigenasi pasien
6. Kaji status pernafasan
7. minta pasien tidur/duduk dengan kepala fleksi, otot bahu rileks dan lutut menekuk
8. Anjurkan paien nafas dalam dan batuk efektif
9. Berikan terapi sesuai program

Rasional
Meningkatkan efektifitas jalan nafas dengan tidak adanya obstruksi jalannafas.

2. DX. KEPERAWATAN: KETIDAKSEIMBANGAN NUTRISI KURANG DARI KEBUTUHAN TUBUH B.D FAKTOR BIOLOGIS (SESAK NAFAS)
NOC dan indikator
NIC dan aktifitas Rasional
NOC: Status nutrisi, setelah diberikan penjelasan dan perawatan selama 4x 24 jam kebutuhan nutrisi ps terpenuhi dg:
Indikator:
 Pemasukan nutrisi yang adekuat
 Pasien mampu menghabiskan diet yang dihidangkan
 Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
 Nilai laboratorim, protein total 8-8 gr%, Albumin 3.5-5.4 gr%, Globulin 1.8-3.6 gr%, HB tidak kurang dari 10 gr %
 Membran mukosa dan konjungtiva tidak pucat NIC: Eating disorder manajemen
Aktifitas:
1. Tentukan kebutuhan kalori harian
2. Ajarkan klien dan keluarga tentang pentingnya nutrient
3. Monitoring TTV dan nilai Laboratorium
4. Monitor intake dan output
5. Pertahankan kepatenan pemberian nutrisi parenteral
6. Pertimbangkan nutrisi enteral
7. Pantau adanya Komplikasi GI
NIC: terapi gizi
Aktifitas:
1. Monitor masukan makanan/ minuman dan hitung kalori harian secara tepat
2. Kaloborasi ahli gizi
3. Pastikan dapat diet TKTP
4. Berikan perawatan mulut
5. Pantau hasil labioratoriun protein, albumin, globulin, HB
6. Jauhkan benda-benda yang tidak enak untuk dipandang seperti urinal, kotak drainase, bebat dan pispot
7. Sajikan makanan hangat dengan variasi yang menarik

Rasional
Mengetahui kebutuhan kalori harian. Memudahkan dalam monitoring status nutrisi.
Nutrisi enteral meningkatkan fungsi sistem pencernakan.
1. Penanda malnutrisi

2. Penentuan jumlah kalori dan bahan makanan yang memenuhi standar gizi
3. Mencegah penurunan nafsu makan

4. Penanda kekurangan nutrisi

5. Dapat mengurangi nafsu makan
6. Menambah selera makan psien


3. KEKURANGAN VOLUME CAIRAN BERHUBUNGAN DENGAN KEGAGALAN MEKANISME REGULASI/PENGATURAN

NOC dan indikator NIC dan aktifitas Rasional
NOC: Hidrasi, keseimbangan cairan adekuat, selama dilakukan tindakan keperawatan 5x24 jam keseimbangan cairan pasien adekuat
Indikator:
 Urine output 30ml/jam
 TTV dalam batas normal
 Turgor kulit baik, membran mukosa lembab, urine jernih Manajemen cairan
o Hitung kebutuhan cairan harian klien
o Pertahankan intake output tercatat secara adekuat
o Monitor status hidrasi
o Monitor nilai laboratorium yang sesuai
o Monitor TTV
o Berikan cairan secara tetap
o Tingkatkan masukan peroral
o Libatkan keluargadalam membantu peningkatan masukan cairan
Monitoring cairan
1. Pantau keadaan urine
2. Monitor nilai lab urine
3. Monitor membran mukosa, turgor, dan tanda haus
4. Monitor cairan per IV line.
5. Pertahankan pemberian terapi cairan peri infus.

Rasional
Memantau kondisi klien terhadap perubahan status hidrasi


4. DIAGNOSA KEPERAWATAN: KURANG PERAWATAN DIRI MAKAN, MANDI, BERPAKAIAN DAN TOILETING BERHUBUNGAN DENGAN KELEMAHAN
NOC dan indikator NIC dan aktifitas Rasional
NOC: Perawatan diri : (mandi, berpakaian), setelah diberi motivasi perawatan selama 2x24 jam, ps mampu melakukan mandi dan berpakaian sendiri dg:
Indikator:
 Tubuh bebas dari bau dan menjaga keutuhan kulit
 Menjelaskan cara mandi dan berpakaian secara aman NIC: Membantu perawatan diri pasien
Aktifitas:
1. Tempatkan alat-alat mandi disamping TT ps
2. Libatkan keluarga dan ps
3. Berikan bantuan selama ps masih mampu mengerjakan sendiri

Rasional
1. Mempermudah jangkauan
2. Melatih kemandirian
3. Meningkatkan kepercayaan

NIC: ADL berpakaian
Aktifitas:
1. Informasikan pd ps dlm memilih pakaian selama perawatan
2. Sediakan pakaian di tempat yg mudah dijangkau
3. Bantu berpakaian yg sesuai
4. Jaga privcy ps
5. Berikan pakaian pribadi yg digemari dan sesuai

Rasional
1. Memudahkan intervensi
2. Melatih kemandirian
3. Menghindari nyeri bertambah
4. Memberikan kenyamanan
5. Memberikan kepercayaan diri ps


DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 3, EGC, Jakarta
Haryani dan Siswandi, 2004, Nursing Diagnosis: A Guide To Planning Care, available on: www.Us.Elsevierhealth.com

Jong, W, 1997, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC Jakarta
McCloskey, 1996, Nursing Interventions Classification (NIC), Mosby, USA
Ralph & Rosenberg, 2003, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2005-2006, Philadelphia USA

ASUHAN KEPERAWATAN DGN PENDERITA ASMA

A. PENGERTIAN
Penyakit obstruksi jalan nafas atau lebih dikenal dengan penyakit paru obstruktif menahun (PPOM) secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Obstruksi hjalan nafas reversibel, terutama asma brochiale
b. Obtruksi jalan nafas non reversibel , penyakti obstruksi paru menahun ( brochitis kronis dan emfisema )
Pengertian asma sendiri adalah sindrom obteruksi jalan nafas yang terjadi berulang yang ditandai dengan adanya konstriksi otot polos, hipersekresi mukus dan inflamasi.

B. ETIOLOGI
Sampai saat inietiologi asama belum diketahui, sehingga tidak ada pengobatan kausal asma. Beberapa faktor pencetusyang diketahui saat ini :
a. faktor intrinsik antara lain perawatan sehari-hari.
b. Faktor ekstrinsik
1. Alergi debu rumah
2. Rumah antigen akibat dari reaksi antigen –antibody uarema
Dua faktor diatas merupakan faktor-faktor yang sering ditemui di masyarakat tetapi sampai saat ini berbagai teori tentang mekanisme timbulnya asma bronchial sanagt heterogen dan terus berkembang, serta tidak selamanya dapat mencakup semua jenis penderita asma.
Oleh karena itu dalam penanganan asma dan pemeliharaan penderita asma, penting sekali untuk mengetahui faktor pencetus timbulnya asma pada masing-masing individu daripada mencari penyebab yang belum pasti.

C. TANDA DAN GEJALA
Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan mengi ( whezzing ) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui
Batuk-batuk kronis dapat merupakan satu-satunya gejhala asma dan demikian pula rasa sesak dan berat didada.
Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi :
a. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan gejala asma atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi paru. Asma akan muncul bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan tes provokasi bronchial di laboratorium.
b. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada kelainan, tetepi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma.
c. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi. Biasanay penderita nmerasa tidak sakit tetapi bila pengobatan dihentikan asma akankambuh.
d. Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit yaitu dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi.
Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala gejala yang makin banyak antara lain :
1). Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo mastoideus
2). Sianosis
3). Silent Chest
4). Gangguan kesadaran
5). Tampak lelah
6). Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
e. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis beberpa serangan asma yang berat bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
Karena pada dasarnya asma bersifat reversible maka dalam kondisi apapun diusahakan untuk mengembalikan nafas ke kondisi normal

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a. pemeriksaan darah tepi ( sekret hidung )
b. Pemeriksaan IGE
c. Pemeriksaan ronten torak biasanya ujung depan kosta terangkat dan puncak dada lebar. Pemeriksaan alergi tes untuk menentukan jenis alergen pencetus asma.
d. Pemeriksan uji faal paru dengan spirometri akan membantu menunukan adanya obstruksi daluran pernafasan
e. Pada saat serangan asma kadang-kadang dilakuikan tindakan pemeriksaan gas darah.

E. DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN
Pada penyempitan saluran pernafasan timbul akibat-akibat sebagai berikut :
a. Gambaran aliran udara nafas merupakan gangguan ventilasi ( hipoventilasi )
b. Distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru
c. Gangguan difusi gas ditingkat alveoli
Ketiga hal ini akan menyebabkan hipoksemia, hiperkapnia pada asma dan asidosis pernafasan tahap yang sangat lanjut. Identifikasi obstruksi jalan nafas pada asma tidak hanya berdaar pada sesak nafas dan bunyi mengi ( wheezing ) saja tetapi sangat dipengaruhi oleh :
a. kecepatan terjadinya obstruksi, akut atau kronis
b. tingkat berat ringan aktivitas seseorang
Cara menentukan obstruksi jalan nafas adalah bila pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan:
a. Ekpirasi dan atau inspirasi memanjang
b. Rasio inspirasi / ekspirasi yang abnormal, lebih besar dari 1 : 3
c. Waktu ekspirasi paksa yang memanjang

F. PATOFISIOLOGI
Berdasarkan para ahli, pencetus bisa berdasarkan
a. Gangguan sarad autonom
b. Gangguan sistem imun















a. Gangguan saraf autonom
Saraf simpatis
( Andrenergik )

saraf para simpatis
( Kolinergik )


Bronko dilatasi

Bronko Konstriksi


Gangguan saraf simpatis
( Blokasde reseptor andrenergik Beta dan hiperaktivitas AD. 2

Hiperaktivitas syarat kolinergik
 Hawa dingin
 Asap rokok
 Debu rumah

Bronkho konstriksi
 Sesak nafas
 Bersihan jalan nafas tidak efektif
 PK : Hipoksemia
 Intoleransi aktivitas
 Cemas
 Kurang pegetahuan

b. Gangguan sistem imun

Masuknya alergen ke saluran nafas
( Debu, bulu hewan, kapas, dan lain-lain )


Merangsang sistem imun
Membentuk antibodi Ig E


Ig E menempel pada permukaan
Sel mastoid di saluran nafas dan kulit


Mencetuskan serangankaian reaksi dan pelepasan
Mediator : seperti histamin, leukotrin, prostaglansdin dan eusinophil


Broncho konstriksi, Edema, produksi sekresi meningkat


Obstruksi jalan nafas

Atelektasis
Peningkatan sumbatan


Perfusi menurun
Kerja pernafasan meningkat


Hipoksemia Fatigue obstruksi


Hiperkapnia
Ekspirasi menurun, udara tertahan


Alveolus membesar

Asidosis respiratorik
 PK : Hipoksemia
 PK : gagal nafas
Difusi gas terganggu
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :
a. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera
b. Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma
c. Memberikan penerangan kepada penderita dan keluarga mengenai penyakit asma baik cara pengobatannya maupun perjalanan penyakitnya sehingga penderita dapat ikut bekerjasama dan mengerti tujuan pengobatan yang akan diberikan
Untuk serangan asma akut dapat diberikan golongan obat adrenergik beta atau teofilin.
Untuk status asmatikus dimana dengan pengobatan agonis beta dan teofilin tidak mengalami regrakter maka untuk mengembalikan fungsinya diperlukan kortikosteroid dan tindakan lanjut selain memberikan oksigen ialah pemasanag infus.
Urutannya adalah sebagai berikut :
a. Oksigen 2-4 liter per menit
b. Infus cairan 2 – 3 liter / hari, penderita boleh minum
c. Aminophilin 5 – 6 mg / kg BB / IV, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 0,5 – 0,9 mg / kg BB / jam
d. Kortikostereois : hidrokortison 4 mg / kg BB / IV atau deksametason 10 – 20 mg. setelah tampak perbaikan kortikosteroid intravena dapat diganti dengan bentuk oral
e. Obat adrenergik beta, bila ada lebih disukai nebulizer diberikan tiap 4 – 6 jam
f. Antibiotik bila ada tanda-tanda infeksi
Sedangkan untuk asma kronis prinsip pengobatannya :
a. Mengenal, menyingkirkan dan atau menghindari faktor-faktor pencetus serangan seperti alergi, iritan, infeksi, kegiatan jasmani, lingkungan kerja, obat-obatan, perubahan cuaca yang ekstrim
b. Menggunakan obat-obatan

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG SERING MUNCUL
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea, peningkatan produksi mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler – alveolar
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan batuk persisten dan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan tubuh.
4. PK : Hipoksemia
5. PK : Gagal pernafasan.
6. Cemas berhubungan dengan kesulitan bernafas dan rasa takut sufokasi.
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan faktor-faktor pencetus asma.
8. Resiko infeksi dengan faktor resiko prosedur invasif pemasangan infus.
9. ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor psikologis dan biologis yang mengurangi pemasukan makanan

ANEMIA

A. Pengertian
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar HB darah atau hitung erifrosit lebih rendah dari harga normal. Dikatakan sebagai animia bila Hb < 14 g/did an Ht < 41) pada pria Hb < 12 g / did an Ht < 37% pada wanita. (Arif Mansjoer 2001).
Anemia adalah gejala dan kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen darah, elemen tak adekuat, atau kurang nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah, yang mengakibat penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah (Marilyn E. Doenges. 1999).
Anemia adalah kekurangan sel darah merah yang dapat disebabkan oleh kehilangan darah yang terlalu cepat atau karena teralu lambatnya produksi sel darah merah. (Guyton dan Hail 1997).
Anemia adalah penurunan kualitas atau kualitas sel-sel darah merah dalam sirkulas/ (Carwin. 2000).
Anemia adalah rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin (Hb) atau Hematokrit (Ht) di bawah normal (Baughman, 2000).
Anemia merupakan keadaan yang ditandai dengan berkurangnya RBC yaitu menurunnya pengikat Hb, menurunnya volume sel packed (Hematocrit_ dan menurunnya jumlah sel darah merah akibat dari kehilangan sel darah merah, melemahnya produksi RBC, meningkatnya kerusakan RBC atau kurang gizi (Long 1996).
Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dalam tubuh di bawah batas normal karena di pengaruhi oleh berbagai hal yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah.
Ada banyak tipe anemia dengan beragam penyebab. Tipe anemia berikut akan di bahas dalam bab ini :
1) Anemia mikrosuik hipokrom
a. Anemia defistensi besi
Adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya mineral Fe sebagai bahan yang diperlakukan untuk pematangan eritrosit.
b. Anemia penyakit kronik
Adalah anemia yang disebabkan oleh berbagai panyakit infeksi-infeksi kronik dan neoplasma.
2) Anemia makrositik
a. Defeslensi vitamin B12 / perniosa darah anemia karena kekurangan vitamin B12.
b. Defesiensi asam folat adalah karena kekurangan asam folat
3) Anemia karena perdarahan
a. Perdarahan akut
Timbul renjatan bila pengelaran darah cukup banyak, sedangkan penurunan kadar Hb baru terjadi beberapa hari kemudian.
b. Perdarahan kronik
Pengeluaran darah biasanya sedikit-sedikit seingga tidak diketahui pasien.
4) Anemia hemolitik
Terjadi karena penurunan usia sel darah merah (normal 120 hari) baik sementara atau terus menerus.
5) Anemia aplastik
Terjadi karena ketidak sanggupan sum-sum tulang untuk membentuk sel-sel darah merah.

B. Fisiologi
Sel darah merah/eritrosit adalah merupakan cakram bikonkar yang tidak berinti yang kira-kira berdiameter 8 m, tebal bagian tepi 2 m, pada bagian tengah tebalnya hanya 1 m atau kurang. Karena sel itu lunak dan lentur maka perjalanannya melalui mikrosirkulasi konfigurasinya berubah. Stroma bagian luar yang mengandung protein terdiri antigen kelompok 4 dan B serta faktor R12 yang menentukan golongan darah seorang. Komponen utama sel darah merah adalah protein hemoglobin (Hb, yang menyangkut O2 dan Co2 dan mempertahankan PH normal melalui serangkaian dapat intraseluler.
Jumlah sel darag merah kira-kira 5 juta/mm3 darah pada rata-rata orang deurasa dan berumur 120 hari. Pembentukan sel darah merah dirangsang oleh hormon glikoprotein. Eritroprotein yang dianggap berasal dari ginjal. Pembentukan eritroprotein di pengaruhi oleh hipoksia jaringan yang dipengarugi faktor-faktor perubahan O2 atmosfir, berkurangnya kadar O2 darah arteri dan kekurangannya konsentrasi hemoglobin. Eritprotein merangsang sel induk untuk memulai proliferasi (Doengos 1997).
Fungsi utama sel darah merah adalah untuk mentransfer hemoglobin, yang selanjutnya membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan. Sel darah merah merupakan cakram biconkaf yang mempunyai garis tengah rata-rata sekitar 8 mikron, tebalnya 2 mikron dan di tengahnya mempunyai tebal 1 mikron atau kurang, bentuk sel normal adalah suatu ”kantong: yang dapat berubah menjadi hampir semua bentuk karena sel normal mempunyao membran, dan akibatnya tidak merobek sel seperti yang akan terjadi pada sel-sel lainnya. Pada laki-laki normal, jumlah rata-rata sel darah merah permili liter kubik adalah 5.200.00 dan pada wanita normal 4.700.000. Jumlah hemoglobin dalam sel dan transforoksigen, bila hemaktokrit (prosentase darah yang berupa sel darah merah normal, darah mengandung rata-rata 15 gram hemoglobin. Tiap gram hemoglobin mampu meningkat kira-kira 1.39 ml oksigen. Oleh karena itu pada orang normal lebih dari 20 ml oksigen dapat diangkut dalam ikatan dengan hemoglobin dalam tiap-tiap 100 ml darah Guyton, 1997).
Sel darah merah merupakan protein karena strukturnya terbentuk dari asam amino mereka juga memerlukan zat besi, sehingga untuk membentuk penggantinya adalah diet seimbang. Wanita hamil memerlukan lebih banyak lagi untuk perkembangan janin dan pembuatan susu sel darah merah dibentuk di dalam sum-sum tulang.
Rata-rata panjang hidup darah merah kira-kira 115 hari, sel menjadi usang dan dihancurkan dalam sistema tettikulo endoteliai terutama dalam limpa hati globin dari hemoglobin di pecah menjadi asam amino untuk digunakan sebagai protein dalam jaringan-jaringan dan zat besi dalam hem darah hemoglobin di keluarkan untuk digunakan dalam pembentukan sel darah merah lagi. Sisa hem dari hemaglobin di ubah menjadi bilirubin (pigmen kuning) dan biliverdin yang berwarna kehijau-hijauan yang dapat dilihat pada perubahan warna hemoglobin yang rudak pada luka memar. Jadi hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi. Ia memiliki afinitas (daya gabung) terhadap oksigen dan dengan oksigen itu membentuk oxihemoglobin di dalam sel darah merah, dengan melalui fungsi ini maka oksigen di bawa dari paru-paru kejaringan-jaringan, dalam berbagai bentuk anemia parah kadar itu bisa di bawah 30% atau 5 gram setiap 100 ml. Karena hemoglobin mengandung besi yang diperlukan untuk bergabung dengan oksigen, maka dapat dimengerti bahwa pasien semalam itu memperlihatkan gejala kekurangan oksogen seperti nafas pendek (pearce 2002).

C. Etiologi
1) Anemia mikrositik hipoktopi
a. Anemia defisiensi besi
- Diet yang tidak mencukupi
- Absorbsi yang menurun
- Kebutuhan yang meningkat pada kehamilan/lantasi
- Perdarahan pada saluran cerna, menstruasi donor darah
- Hemoplobinuari
- Penyimpanan besi yang kurang seperti pada hemosiderosis paru
b. Anemia penyakit kronik
- Di hubungkan dengan berbagai penyakit infeksi seperti infeksi ginjal, paru (bronkolektosis, abses, empiema dan lain-lain).
- Inflamasi kronik sepeti ardidis rematoid
- Neoplasma seperti limfoma, nekrosis jaringan
2) Anemia makrositik
a. Defisiensi vitamin B12/pernisiosa
- Kurangnya faktor intrinsik
- Absorpsi vit B12 menurun
b. Defisiensi asam folat
- Gangguan metabolisme asam polat
3) Anemia karena perdarahan
Karena adanya pengeluaran darah yang sedikit-sedikit/cukup banyak yang baik di ketahui/tidak.
4) Anemia hemolitik
a. Intrinsik
- Kelainan membran seperti sferositosis hereditis, hemoglobinuria makturnal pamosimal.
- Kelainan glikolisis
- Kelainan enzim, seperti defisiensi glukosa -6 fosfat dehidrogenase (GEDP)

b. Ektrinsik
- Gangguan sistem imun
- Mikro angiopah
- Infeksi
- Luka bakar
- Hiperplanisme
5) Animia aplastik
Penyebabnya bisa kongenital (jarang) idiopatik (kemungkinan autoimun) LES, kemoterapi, radioterapi, toksin seperti berzen, foluen, inseklitisid. Obat-obatan seperti keramfenikol, sulfenomid analgesik, anti epileptik (hidantoin), pasca hepatisis. (Arif Masjoer 2001)
Penyebab menurut Long (1996) antara lain :
1. Kehilangan darah ; akut atau kronis
2. Ketidak seimbangan produksi RBC : aplastic anemia
3. Peningkatan kerusakan RBC hemolesis
a. Turunan : gejala sisa spherocytis, anemia sel sickie, thelasemia, kekurangan enzim.
b. Sangkitani, auto imune, drug reduced.
4. Kekurangan gizi
a. Kekurangan zat besi
b. Anemia mengarobiastik : kekurangan B12, kekurangan asam folat.

Pembagian anemia menurut Mensjoer (2001) antara lain :
1. Anemia mikrositik besi
a. Anemia defisiensi besi
Anemia yang disebabkan oleh kekurangan intake zat besi/absorbsi zat besi yang menurun yang dibutuhkan untuk diproduksi hemaglobin dalam sel darah merah.
b. Anemia penyakit kronik
Anemia yang disebabkan karena penyakit kronik/penyakit infeksi. Anemia ini dikenal dengan nama sidereponik anemia endotherial siderosis.
2. Anemia maksrositik/meyaloblastik
Anemia ini adalah sekelompok anemia yang ditandai oleh adanya eritlomblas yang besar terjadi akibat gangguan maturasi anti sel tersebut. Sel tersebut dinamakan meyaloblas (Sarwono, 2001).
Anemia ini dibgi menjadi 2 :
a. Defisiensi vitamin B12 / pernisiosa
Adalah kekurangan vitamin B12 yang bisa disebabkan oleh faktor intrinsik.
b. Depresiensi asam folat
Adalah anemia kekurangan asam folat teritama terdapat dalam daging, susu dan daun-daunan yang hijau.
3. Anemia karena perdarahan, terbagi atas
a. Perdarahan akut
Timbul renjatan bila pengeluaran darah cukup banyak, terjadinya penurunan kadar HB baru terjadi beberapa hari kemudian.
b. Perdarahan kronik
Perdarahan yang timbul sedikit-sedikit sehingga tidak diketahui pasien.
4. Anemia Hemolitik
Terjadi karena penurunan sel darah merah (normal 120 hari/ baik sementera atau terus menerus. Salah satu jenis anemia ini adalah anemia hemolitik autoimun (Auto Imun Hemolitik Anemia ALHA) dimana auto anti bod 196 ang dibentuk terkait pada membran sel darah merah (SDM).
5. Anemia Aplastik
Terjadi karena ketidak seimbangan sum-sum tulang untuk membentuk sel-sel darah.

D. Patofisiologi
Unsur seluler darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit), beberapa jenis sel darah putih (leukosit) dan pecahan sel yang disebut trombosit, bila kebutuhan meningkat akan terjadi hematopoesis (pembentukan dan pematangan sel darah merah) yang terjadi pada sum-sum tulang tengkorak, vetebrata pelvis sternum, iga-iga dan epifisis proksimal tulang-tulang panjang, bila perdarahan ini terlalu banyak, kontak dengan obat berlebih, dan nutrisi makanan rendah maka pembentukan eritrosit pada sum-sum tulang akan mengalami gangguan. Pembentukan eritrosit yang menurun akan mengakibatkan kadar HB dalam darah juga menurun. Anemia akan terjadi bla jumlah sel darah merah yang dihasilkan kurang atau HB mengalami penurunan sampai bawah batas normal (Soeparman 1990).
Anemia yang terkait dengan kehilangan darah dapat menjadi akut dan kronis, anemia akut adalah mempunyai peredaran RBC dalam jumlah besar. Pada orang dewasa dapat kehilangan darah sebanyak 500 ml (di luar jumlah yang 6000 ml) tanpa berakibat yang seluas, tetapi bila kehilangan sebanyak 1000 ml atau lebih maka dapat menyebabkan konsentrasi akut. Macam gejalanya tergantung pada hilangnya darah dan pada tingkat akibat hipoxlannya (kurangnya oksigen pada jaringan), bila jumlah RBC-nya menurun maka sedikit oksigen yang bisa dikirim ke jaringan. Kehilangan volume darah sebanyak 30 % atau lebih akan menimbulkan gejala seperti diaphoresis, gelisah, tacycardia, tersengal-sengal dan shock.
Respon kompensasi tubuh terhadap hypoxia antara lain :
1. Tingkat out cardial dan pernafasan akan memperbanyak jumlah oksigen yang dikirim ke jaringan.
2. Tingkatkan pelepasan oksigen oleh hemaglobin
3. Tambahkan volum plasma dengan cara pengeluarkan cairan dari jaringan
4. Distribusi ulang darah ke organ-organ vital
Vasokontriksi pengganti darah pada organ-organ vital adalah bergantung yang bertanggung jawab terhadap beberapa tanda gejala anemia. Misalnya kepulatan/kedinginan, atau lembab berlebihan. Cerebral hypoxia menimbulkan gejala gangguan mental mengantuk, sakit kepala, pusing, dan finitus (telinga berdengung). Penyebab paling umum anemia kekurangan zat besi terhadap kehilangan darah adalah merupakan anemia kronis ke dua, tubuh memiliki daya adaptasi yang luar biasa dan dapat mengatur dengan sangat baik terhadap pengurangan RBC dan HB, dengan membentuk kondisi secara perlahan. Seseorang bisa saja tidak menampakan gejala walaupun jumlah total RBC-nya telah turun. Hampir separuh dari tingkat normal atau tingkat Hbnya di bawah 7 gram/ml, bila jumlah kehilangannya darah berlanjut secara perlahan maka sum-sum kurang tidak dapat mengimbangi dengan cara meningkatkan produksi RBCnya. Bila penyebab kehilangan darah kronis tidak diketahui dan tidak segera ditanggulangi, maka lambat laun sum-sum tulang tidak dapat mengimbangi kehilangan tersebut, dan gejala anemia pun akan segera muncul, akibata dari hipoksia chronis dapat juga terjadi gejala gastro intekstinal (Anorexia, nausia, contipasien, atau diarhea stomatitis (Long, 1996).
Menurut Sarumo (2001) patofisiologi anemia meyaloblas timbulnya adalah akibat gangguan maturasi inti sel karena gangguan sintesis DNA sel-sel eritroblas, seperti dapat dilihat defisiensi asam folat jelas akan mengganggu sintesa DNA hingga terjadi gangguan maturasi inti sel dengan akibat tmbulnya sel-sel megalobias. Demikian pula defisiensi votamin B12 yang bermanfaat dini reaksi metirasi homosistein menjadi metlonin dan reaksi ini berperan dalam mengubah metil TNF menjadi DNF, yang berperan dalam sinteksis DNA, jadi defisiensi vitamin B12 juga akan mengganggu sintera DNA dan ini akan mengganggu maturan inti sel dengan akibat terjadinya meyaloblas, gejala lain yang menonjol pada defisiensi vitamin B12 adalah merupakan dan menurut suatu teori hal ini terjadi akibat gangguan sintesa 5-adenosil metionin (SAM) salah satu bahan metalolik penting untuk susunan saraf.

E. Manifestasi Klinis (Mansjoer 2001)
1) Anemia mikrostatik hipokrom
a. Anemia defisiensi besi
- Perubahan kulit
- Mukosa yang progresif
- Lidah, yang halus
- Keilosis
b. Anemia penyakit kronik
- Penurunan hematokrit
- Penurunan kadar besi
2) Anemia makrositik
a. Defisiensi vit B12/penisiosa
- Anoreksia, diare dipepsia, lidah yang licin, pucat dan agak ikterik
b. Difisiensi asam folat
- Neurologi
- Hilangnya daya ingat
- Gangguan kepribadian
3) Anemia karena perdarahan
a. Perdarahan akut
- Timbul renjatan bila pengeluaran darah cukup banyak
- Penurunan kadar HB baru terjadi beberapa hari kemudian
b. Perdarahan kronik
- Kadar HB menurun
4) Anemia aptastik
- Tampak pucat
- Lemah
- Demam
- Perpura
- Perdarahan
5) Anemia hemolitik
- Hemolisis
- Ikterus
- Splenomegali
Berdasarkan manifestasi klinis di atas dapat ditarik kesimpulan tanda dan gejala anemia secara umum.
a1. Tanda-tanda
- Pucat
- Takikardia
- Tekanan nadi yang melebar dengan pulsasi kapiler
- Mur hoemik, tanda-tanda jantung kongestif
- Perdarahan
- Penonjolan retina
- Demam ringan
- Gangguan fungsi ginjal ringan
b1. Gejala
- Lesu, mudah lelah, dispnea
- Palpitasi, angina
- Sakit kepala, vertigo, kepala terasa ringan
- Gangguan penglihatan, perasaan mengantuk
- Anoreksia nausea, gangguan pencernaan
- Hilangnya lipidos
Menurut Baugman (2000) tanda dan gejala umum anemia :
1. Kelemahan, keletihan, malaise umum
2. pucat pada kulit dan membran mukosa
Sedangkan gejala yang spesifik pada kadar hemoglobin :
1. Sedikit taki kardia pada aktifitas (HB : 9-11 gr/dl)
2. Dispnea pada aktifitas (Hb di bawah 7 gr/dl)
3. Kelemahan (Hb di bawah 6 gr/dl)
4. Dispnea pada saat istirahat (Hb di bawah 3 gr (dl)
5. Gagal jantung hanya pada kadar Hb yang sangat rendah misalnya 2-25 gr/dl.
Menurut Mensjoer (2001) masing-masing jenis anemia memiliki manifestasi klinik yang berbeda, yaitu sebagai berikut :
a. Anemia defesiensi besi
Perubahan kulit dan mukosa yang progresif, seperti lidah yang halus, keilesis dan didapatkan tanda-tanda malnutrisi
b. Anemia pada penyakiy kronik
Yang sangat karakteristik adalah berkurangnya sideroblas dalam sum-sum tulang, sedangkan deposit besi dalam sistim retikulo endotelial (Res) normal/bertambah, berat ringannya anemia berbanding lurus dengan aktifitas penyakitnya.
c. Anemia pernisiosa dan anemia asam foral
Di dapatkan adanya anoreksia, diare depnea lidah licin, pucat, dan agak interik. Terjadi gangguan neurologis, biasanya dimulai dengan parastesia, lalu gangguan perseimbangan dan pada kasus yang berat terjadi perubahan fungsi cerebral, dimensia dan perubahan neuro psikatrik lainnya.
d. Anemis hemolitik
Tanda-tanda hemolisis antara lain ikterus dan spenomegali
e. Anemia apiastik
Paster tampak pulat, lemah, mungkin timbul demam purpura dan perdarahan.

F. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
Menurut Doenges (2000) pemeriksaan diagnostik untuk diagnosa anemia antara lain :
1. Jumlah darah lengkap (JDL) : Hemoglobin dan Hematokrit menurun
2. Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (apiastik) :
MCV (Volume Korpuskular Renatal) dan (MCH) Hemaglobin korpuskuler rerata) menurun dan mikrositik dengan erit rosit hiopoktomik (DB), peningkatan (AP) ponsi to pleura (aplastik).
3. Jumlah retikulosit : bervariasi misal menurun (AP) meningkat (respon sum-sum tulang terkadang kehilangan darah (hemolisis).
4. Pewarnaan SDM : Mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat mengidentifikasi tipe khusus anemia).
5. LD : Peningkatan kerusakan SDM atau penyakit malignasi
6. Masa hidup SDM : berguna dalam membedakan diagnosa anemia, misal : pada tipe anemia tertentu, SDM mempunyai waktu hidup lebih pendek,
7. Tes perapuhan eritrosit : menurun (DB)
8. SDP : Jumlah sel total sama dengan SDM (deferensial) mungkin meningkat (hemolitik/atau menurun (aplastik)
9. Jumlah trombosit : menurun (aprastik), meningkat (DB) normal atau tinggi (hemolitik)
10. Hemoglobin elektro foresis : mengidertifikasi tipe struktur HB.
11. Bilirubin serum (tidak terkonjungasi) : meningkat (AP Hemolitik)
12. Folat serum dan vitamin B12 : membantu mendiagnosa anemia sehubungan dengan diferensi masukan/absorbsi.
13. Besi serum : tak ada (DB), tinggi (hemalitik)
14. TIBC serum : meningkat (DB)
15. Feritin serum : menurun (DB)
16. Masa perdarahan : memanjang (aplastik)
17. LDH serum : mungkin meningkat (AP)
18. Tes schilling : penurunan ekstresi vitamin B12 urine (AP)
19. Gualak : mungkin positif untuk darah pada urine, feces, dan isi gaster, menunjukan perdarahan akut (menit (DB).
20. Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan PH dan tak adanya asam hidroklorik bebas (AP)
21. Aspirasi sum sum tulang / pemeriksaan biopsi : Sel mungkin tampak berubah dalam jumlah ukuran dan bentuk membentuk membedakan tipe anemia, misal : peningkatan megaloblas (AP) lemak sum-sum dengan penurunan sel darah (Aplastik).

22. Pemeriksaan endoskopik dan radio grafik : memeriksa sisi perdarahan ; perdarahan GI.

Pemeriksaan penunjang menurut Soeparman (1999) adalah :
1. Anemia aplastik
Pemeriksaan laboratorium :
a. Sel darah merah
b. Laju endapan darah
c. Faat hemostatik
d. Sum sum tulang
2. Anemia hemolitik
Pemeriksaan laboratorium
a. Peningkatan jumlah retikulasi
b. Peningkatan kerapuhan sel darah merah
c. Pemendekan masa hidup eritrosit
d. Peningkatan belirubin
3. Anemia megaloblastik
a. Anemia absorbsi vitamin B12
b. Endoscopi
4. Anemia defisiensi zat besi
a. Morfologi sel darah merah
b. Jumlah besi dalam serum dan foritin dalam serum berkurang
c. Hemosiderin sum sum tulang belakang

G. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
1. Anemia Mikrositik Hipokrom
a. Anemia Defisiensi Besi
- Mengatasi penyebab pendarahan kronik, misalnya pada ankilostomicis diberikan artelmintik yang sesuai.
- Pemberian preparat Fe :
a) Fero sulfat 3 x 3,25 mg secara oral dalam keadaan perut kosong dapat dimulai dengan dosis yang rendah dan dinaikkan bertahap pada pasien yang tidak kuat dapat diberikan bersama makanan.
b) Fero Glukonah 3 x 200 mg secara oral sehabis makan. Bila terdapat intogransi terhadap pemberian praparat Fe oral atau gangguan pencernaan sehingga tidak dapat diberikan oral, dapat diberikan secara parental dengan dosis 250 mg Fe (3 mg/kg BB). Untuk tiap gram % penurun kadar Hb di bawah normal.
c) Iron Dextran mengandung Fe 50 mg/l, diberikan secara infra muskular mula-mula 50 mg, kemudian 100-250 mg tiap 1-2 hari sampai dosis total sesuai perhitungan dapat pula diberikan intravena, mula-mula 0,5 ml sebagai dosis percobaan. Bila dalam 3-5 menit menimbukan reaksi boleh diberikan 250-500 mg.
b. Anemia Penyakit Kronik
Terapi terutama ditunjukkan pada penyakit dasarnya. Pada anemia yang mengancam nyawa, dapat diberikan transfusi darah merah seperlunya. Pengobatan dengan suplementasi besi tidak diindikasikan kecuali untuk mengatasi anemia pada artrifis rheomatoid. Pemberian Kobalt dan eritprotein dikatakan dapat memperbaiki anemia pada penyakit kronik.
2. Anemia Makrositik
a. Defisiensi Vitamin B12 / Pernisiosa
Pemberian Vitamin B12 1000 mg/hari IM selama 5-7 hari 1 x / buan.
b. Defisiensi asam folat
Meliputi pengobatan terhadap penyebabnya dan dapat dilakukan pula dengan pemberian/suplementasi asam folat oral 1 mg / hari.
3. Anemia karena Perdarahan
a. Perdarahan Akut
- Mengatasi perdarahan
- Mengatasi renjatan dengan transfusi darah atau pemberian cairan perinfus
b. Perdarahan Kronik
- Mengoati sebab perdarahan
- Pemberian preparat Fe
4. Anemia Hemolitik
Penatalaksanaan anemia hemolitik disesuaikan dengan penyebabnya. Bila karena reaksi toksik imunologik yang dapat doberikan adalah : Kortika steroid (predmison, predmisolon), kalau perlu dilakukan splenektomi apabila keduanya tidak berhasil dapat diberikan obat-obat glostatik, seperti klorobusil dan siklophosfamit.
5. Anemia Aplastik
Tujuan utama terapi adalah pengobatan yang disesuaikan dengan etiologi dari anemianya.
Berbagai teknik pengobatan dapat dilakukanm seperti :
• Transfusi darah, sebaiknya diberikan Packed red cell. Bila diperlukan trombosit, berikan darah segar / platet concencrate.
• Atasi komplikasi (infeksi) dengan antibiotik higiene yang baik perlu untuk mencegah timbulnya infeksi.
• Kortikostreoid, dosis rendah mungkin bermanfaat pada perdarahan akibat trombositopenia berat.
• Androgen, seperti pluokrimesteron, testoteron, metandrostenolon dan non drolon. Efek samping yang mungkin terjadi virilisasi, retensi air dan garam, perubahan hati dan amenore.
• Imunosupresif, seperti siklosporin, globulin antitimosit. Champlin dkk menyarankan penggunaannya pada pasien lebih dari 40 tahun yang tidak dapat menjalani transplantasi sumsum tulang dan pada pasien yang telah mendapat transfusi berulang.
• Transplantasi sumsum tulang.





B. Fokus Intervensi
1. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan seluler yang di perlukan untuk pengiriman oksigen/nutrien ke sel.
Tujuan : Menunjukan perfusi jaringan perifer adekuat
Kriteria hasil : - Tanda vital stabil
- Membran mukosa urine merah muda
- Pengisian kapiler baik
- Haluran urine baik
Intervensi :
- Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit.
- Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi
- Awasi upaya pernafasan dengan auskultasi bunyi nafas dan selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi.
- Kaji untuk respon melambat, mudah terangsang, agitasi, bingung gangguan memori.
- Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai indikasi.
- Kolaborasi :
a. Awasi pemeriksaan laboratorium, misal Hb / Ht.
b. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna / absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan SDM normal.
Tujuan : Gangguan nutrisi dapat berkurang/hilang
KH : - Tidak mengalami tanda malnutisi
- Menunjukan perilaku perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang sesuai berat badan ideal.
- BB meningkat.
Intervensi :
- Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai
- Timbang berat badan 3 hari / sekali
- Berikan makanan sedikit dan frekuensi sering/makan di antara waktu makan.
- Observasi dan catat kejadian mual/muntah dan gejala lain yang berhubungan.
- Berikan dan bantu hygiene mulut sesudah dan sebelum makan.
- Berikan pencuci mulut yang diencerkan bila mukosa-mukosa oral luka.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan.
Tujuan gangguan intoleransi aktifitas dapat berkurang/hilang
KH : - Melaporkan peningkatan toleransi aktifitas
- Pemahaman tentang pembatasan terapeutik yang diperlukan
- Menunjukkan penurunan tanda fisiologis infleransi : misal TTV dalam batas normal.

Intervensi :
- Kaji kemampuan pasien untuk melakukan tugas/adalah normal
- Catat laporan kelelahan/gangguan keseimbangan gaya berjalan kelemahan otot.
- Awasi TTV selama dan sesudah aktifitas
- Ubah porsi pasien dan pertahankan untuk pemantau terhadap pasien.
- Berikan lingkungan tenang, pertahankan tirah baring bila diindikasikan, batasi pengunjung
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan mobilitas, perubahan sirkulasi dan neorologis, devisit nutrisi.
Tujuan : Gangguan integritas kulit teratasi
KH : - Dapat mempertahankan integritas kulit
- Mengidentifikasikan faktor resiko/perilaku untuk mencegah udara edema
Intervensi :
- Kaji integral kulit, catat pada perubahan turgor gangguan warna kulit, hangat, lokal eritma, ekskorlasi, dan imobilisasi jaringan dapat menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi.
- Ubah posisi secara periodik dan pijat permukaan tulang bila pasien tidak bergerak atau ditempat tidur.
- Anjurkan permukaan kulit kering dan batasi penggunaan sabun
- Bantu untuk latihan rentang gerak pasif/aktif.

5. Konstipasi berhubungan dengan penurunan masukan diit, perubahan proses pencernaan, efeksamping terapi obat.
Tujuan : Konstipasi dapat teratasi
Kriteria hasil : - Menunjukkan pola BAB normal
- Menunjukkan pola hidup yang berubah yang diperlukan sebagai penyebab/faktor pemberat.
Intervensi :
- Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah.
- Auskultasi bunyi usus
- Awasimasukan dan haluran dengan perhatian khusus pada makanan/cairan.
- Hindarkan makanan yang mengandung gas
- Anjurkan makanan-makanan yang berserat
- Anjurkan dan latih mobilisasi sebatas normal toleransi
6. Resiko tinggi terhadao cidera berhubungan dengan penurunan produksi SDM, pemerdekan umur cidera.
Kriteria hasil : - Tak mengalami tanda/gejala perdarahan
- Menunjukan/mempertahankan perbaikan nilai laboratorium.
Intervensi :
- Perhatikan keluhan peningkatan kelelahan, kelemahan
- Observasi takikardia, kulit.membran mukosa pusat, dispnea dan nyeri dada.
- Rencana aktivitas pasien untuk menghindari kelemahan
- Evaluasi respon terhadap aktivitas, kemampuan untuk melakukan tugas
- Bantu sesuai kebutuhan dan buat jadwal untuk istirahat
- Awasi pemeriksaan laboratorium, SDM, Hb/Ht.
- Kolaborasi medis : berikan darah segar, SDM kemasan sesuai indikasi, berikan obat sesuai indikasi.
7. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan skunder tifak adekuat, misal : penurunan hemoglobin laukopnia, atau penurunan granulosit (respon inflamasi tertekan).
Tujuan : Tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil : - Dapat mengidentifikasi prilaku untuk mencegah
- Menurunkan resiko infeksi
- Meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase perulent atau eritema dan demam.
Intervensi :
- Tingkatkan cuci tangan yang baik oleh pemberian perawatan dan pasien.
- Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat
- Dorong perubahan posisi/ambulasi yang sering
- Tingkatkan masukan cairan adekuat
- Pantau/batasi pengunjung
- Berikan isolaso pada anemia aplastik, bila respon imun sangat terganggu.
- Berikan antiseptik dan antibiotik.